7 Strategi Jitu Mengatasi Orang yang Sombong dengan Elegan, Berdasarkan Ilmu Psikologi

Berkolaborasi dengan seseorang yang selalu ingin tampak pintar dapat menjadi suatu hal yang menguras energi. Orang-orang ini cenderung yakin bahwa mereka memiliki solusi untuk setiap masalah, memotong ucapan Anda, serta menjadikan dialog tersebut seolah-olah hanyalah pertunjukan tunggal mereka.
Akan tetapi, bertemu dengan individu seperti itu tidak berarti kita mesti meresponsnya dengan nada keras atau emosi. Sebaliknya, menggunakan metode psikologi yang sesuai, kita dapat membujuk mereka untuk mundur secara perlahan-lahan, tanpa melukai, tanpa tersinggung, serta tetap menjaga atmosfer menjadi tenang.
Oleh karena itu, apa sebenarnya cara halus menumpaskan seseorang yang terlalu pamer pengetahuanannya? Berdasarkan kutipan dari Geediting.com, berikut ini adalah tujuh teknik psikologis cemerlang yang dapat digunakan untuk menyongsong mereka dengan tetap kelihatan sabar, santun, dan tegas.
1. Terapkan Kuatnya Kesunyian: Ketika Tidak Ada Kata-Kata dari Anda, Di Situlah Mereka Mulai Memperhatikan
Terkadang, keheningan merupakan alat komunikasi yang sangat berpengaruh.
Orang yang pura-pura pintar biasanya terlampau sibuk mendengarkan suara diri mereka sendiri sehingga tidak sadar telah menguasai pembicaraan. Pada situasi seperti itu, kebisuanmu bukan berarti menyerah, tetapi justru merupakan indikator kendali.
Sebaiknya hindari mencoba menggagalkan atau melawan, cukup berikan ruang saja. Ungkapkan sikap dengan gerak tubuh yang terbuka: pandangan mata stabil, tersenyum ringan, sementara bibir masih tertutup. Mari biarkan suasana hening tersebut bertahan. Kesunyian kadang dapat menusuk nalar lebih dari ribuan perkataan.
Psikologi mengatakan ini adalah social cue—tanda sosial yang dengan lembut menunjukkan saatnya untuk berhenti berbicara dan memberikan kesempatan kepada orang lain.
2. Sajikan Pertanyaan Terbuka: Mari Mereka "Terdampar" di Dalam Jawabannya Sendiri
Berurusan dengan seseorang yang sangat yakin akan pengetahuan mereka? Cobalah menggunakan pertanyaan terbuka.
Sebagai ganti untuk memotong atau menyangkal, ajukan pertanyaan dengan cara berikut:
“Mengapa kamu begitu percaya pada pendapat tersebut?”
Bagaimana pengalamanmu sendiri menciptakan pandangan tersebut?
Pertanyaan terbuka semacam itu membuat mereka harus menghentikan diri sejenak untuk berfokus pada pemikiran daripada sekadar omongan. Sementara mereka sedang asyik merumuskan responsnya, Anda serta orang lain dapat mencoba mengejar kesempatan untuk ikut dalam percakapan tersebut.
Inilah teknik psikologi bernama mengalihkan narasi—strategi untuk tidak lagi di dominasi sepenuhnya oleh pihak lain dalam cerita tersebut.
3. Tegas Namun Santun: Suara Anda Menentukan Penghormatan yang Anda Dapatkan
Terkadang, orang yang pura-pura tahu perlu dikoreksi secara lembut. Bukan dengan kemarahan, tetapi melalui sikap assertif yang sopan.
Gunakan kalimat seperti:
Sangat menarik, namun saya memiliki perspektif lain yang ingin saya sampaikan pula.
Saya sepakati sebagian pernyataan tersebut, namun biarkan saya menambahkan perspektif yang berbeda.
Kalimat-kalimat tersebut membangkitkan rasa percaya diri tanpa bersikap agresif. Anda menghargai usaha mereka, sambil tetap menyisakan tempat bagi pendapat Anda sendiri.
Menurut psikolog Abraham Maslow, proses pengembangan diri biasanya dimulai dengan berani mengungkapkan pemikiran pribadi, terlepas dari adanya tekanan sosial.
4. Pakai Humor yang Bijak: Buat Orang Ketawa tanpa Merendahkan Mereka
Kecerdasan dalam humor dapat menjadi alat tajam yang amat kuat.
Bayangkan ada orang yang selalu mengumbar kehebatan diri mereka tentang suatu subjek spesifik. Kamu dapat mencampurkan masukan seperti:
Wah, sepertinya kamu edisi hidup dari Wikipedia. Namun, saya jadi ingin tahu, jika kita bertanya ke Google, apakah hasilnya akan sama?
Canda kecil semacam ini dapat mengurangi kesopanan mereka tanpa harus membuat mereka merasa malu.
Psikologi menggambarkannya sebagai benign violation atau pelanggaran yang tidak berbahaya dan justru menimbulkan tawa, bukannya menjengkelkan.
5. Tentukan Batasannya: Ingatkan bahwa ini adalah dialog, bukan monolog.
Orang yang merasa dirinya pintar terkadapat perlu ditegur kalau tidak cuma mereka saja yang memiliki hak berbicara.
Anda dapat berkata perlahan-lahan seperti ini:
Masukkan Anda sangat baik, tetapi bagaimana jika kita juga mempertimbangkan pendapat teman-teman yang lain?
Boleh jadi kita beri kesempatan pada orang lain untuk bercerita juga?
Ini lebih dari sekedar mengajukan permintaan untuk berbicara; ini tentang mendirikan sebuah batasan sosial yang baik. Seperti pendapat Viktor Frankl, tiap tindakan dan respon kita saat bertemu dengan orang lain mencerminkan harga diri kita. Memilih sikap arif merupakan ekspresi dari kekuatan sesungguhnya.
6. Tingkatkan Kecerdasan Emosional: Di Belakang Sifat Seolah Tau Semua, Mungkin Tersembunyi Luka yang Tak Kasat Mata
Jangan terlalu cepat merasa frustrasi. Banyak individu yang tampaknya ahli sesungguhnya masih mencari pengakuan diri.
Mereka mungkin merasa kurang terlindungi atau cemas akan persepsi bahwa mereka kurang cerdas. Memahami hal ini dapat mempermudah Anda untuk menjawabnya dengan rasa simpati daripada emosi yang tinggi.
Contohnya:
Saya melihat Anda memiliki pemahaman yang mendalam tentang hal ini, tentu saja membutuhkan waktu dan pengalaman untuk mencapai kesimpulan tersebut.
Maka dari itu, Anda menghargai upaya mereka tanpa melepaskan kontrol pembicaraan.
Daniel Goleman, seorang psikolog, menganggap empati sebagai elemen krusial dalam kecerdasan emosional—memisahkan antara orang-orang yang hanya cerdik dan mereka yang sungguh-sungguh bijaksana.
7. Jadilah Teladan: Perlihatakan Bagaimana Komunikasi Yang Baik Dilakukan
Apa cara paling efektif untuk menaklukkan seseorang yang suka meremehkan pengetahuan orang lain?
Bukan dengan menghentikan suaranya. Tetapi dengan menunjukkan contoh komunikasi yang inklusif.
Dengarkan saat orang bicara.
Tanggapi dengan perhatian.
Hormati pendapat berbeda.
Perilaku Anda akan mencerminkan apa yang mereka lihat. Meskipun seseorang sangat otoriter, di level tidak disadari, mereka akan mulai mengikuti dinamika positif yang telah Anda bangun.
Sesuai dengan ucapan Albert Bandura, kita tidak hanya mempelajari sesuatu dari pengalaman pribadi, tetapi juga dari mengamati cara orang lain berkomunikasi.
Setiap pembicaraan merupakan tempat untuk berlatih. Bukanlah tentang siapa yang mengetahui hal terbanyak, tetapi siapa yang mengerti bagaimana caranya bertingkah laku dengan baik.
Berurusan dengan orang yang merasa dirinya pinter tidak berarti bertarung ego, tetapi lebih kepada mengembangkan dialog yang adil dan bermanfaat bagi setiap pihak involved.
Ingat:
Tersenyen bisa lebih keras dari ucapan.
Humor dapat lebih menusuk daripada sindiran.
Empati dapat melebihi kekuatan sebuah debat.
Yang terpenting, kemampuan untuk berkomunikasi dengan elegan merupakan indikator dari kematangan sesungguhnya. ***
Komentar
Posting Komentar